Selasa, 13 November 2012

EVALUASI(MAKALAH)



TEKNIK DAN BENTUK EVALUASI PERENCANAAN TES
1.    Tes
Menurut Rusli Lutan (2000:21) tes adalah sebuah instrument yang dipakai untuk memperoleh informasi tentang seseorang atau obyek.
Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan cepat. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa, didalamnya terdapat pengertian-pengertian:
a)   Tes itu adalah hanya merupakan alat dan bukan merupakan tujuan. Sedangkan tujuannya adalah terletak pada apakah maksud kita memberikan tes itu.
b)   Alat itu telah disusun secara sistematis dan objektif, menurut syarat-syarat tertentu. Meskipun dalam kenyataannya tidak ada tes yang seratus persen sistematis dan objektif. Sebab tes itu juga buatan manusia.
c)   Dengan adanya tes yang telah disusun secara sistematis dan objektif itu, maka hasil yang diperoleh dari tes atau alat itu boleh dikatakan akan tepat. Artinya benar-benar akan memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaannya.
d)   Bahwa dengan dipergunakannya tes sebagai alat untuk memperoleh data-data itu, dapat dilaksanakan secara tepat tidak memakan waktu yang lama. Untuk memperoleh suatu data tidak perlu berhari-hari, bahkan cukup beberapa jam saja.
e)  Sedang keterangan-keterangan apa yang diinginkan, ini bergantung pada maksud serta alat yang kita berikan. Misalnya, jika kita menginginkan keterangan tentang kecakapan anak dalam hal berhiting maka kita pergunakan tes berhitung, bukan tes  bahasa, dan sebagainya.
A.  Tes tertulis
Tes tulis adalah tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis.
1.     Bentuk-bentuk tes tulis
            Telah dibicarakan sebelumnya bahwa di sekolah seringkali digunakan tes buatan guru (bukan tes standardized test) ini disebut tes buatan guru (teacher made test). Tes yang di buat guru ini terutama menilai kemajuan siswa dalam hal pencapaian hal yang dipelajari.
Dalam hal ini kita bedakan atas dua bentuk tes tulis yaitu sebagai berikut:
a.    Tes Subjektif
            Yang pada umumnya berbentuk tes esai (uraian) tes bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Ciri-ciri pertanyaanya didahului dengan kata-kata seperti, uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan, dan sebagainya.
Soal-soal bentuk esai biasanya jumlahnya tidak banyak, hanya sekedar
5-10 buah soal dalam waktu kira-kira 90-120 menit. Soal-soal bentuk esai ini menuntut kemampuan siswa untuk dapat mengorganisir, menginterprestasi, menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa tes esai menuntut untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali dan terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi.
Kelebihan-kelebihan tes subjektif yaitu:
1)   Lebih respektif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat di hindari campur tangannya unsur-unsur subjektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa.
2)   Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.
3)   Pemeriksaanya dapat diserahkan orang lain.
4)    Dalam pemeriksaan tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi.
Kelemahan-kelemahan tes subjektif yaitu:
a)    Persiapan untuk menyusun jauh lebih sulit dari pada tes esai karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelamahan yang lain.
b)   Soal-soal cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali saja dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi.
c)   Banyak kesempatan untuk main untung-untungan.
d)    Kerjasama antarsiswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.
Cara mengatasi kelemahan
1)   Kesulitan menyusun tes objektif dapat diatasi dengan jalan banyak berlatih terus menerus hingga betul-betul mahir.
2)   Menggunakan tabel spesifikasi untuk mengatasi kelemahan nomor satu dan dua.
3)   Menggunakan norma/standar penilaian yang memperhitungkan faktor tebakan (guessing) yang bersifat spekulatif itu.
b.   Tes obyektif
1)    Tes benar-salah (true-false)
Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement). Statement tersebut ada yang benar dan ada yang  salah. Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masing-masing pernyataan itu dengan melingkari huruf B jika pernyataan itu betul menurut  pendapatnya dan melingkari huruf S jika pernyataannya salah.
2)    Tes pilihan ganda (multiple choice test)
Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Atau Multiple choice test terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (option). Kemungkinan jawaban (option) terdiri atas satu jawaban benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh.
3)    Menjodohkan (matching test)
Matching test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan, mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban. Tugas murid ialah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban sehingga sesuai atau cocok dengan pertanyaannya.
4)   Tes isian (completion test)
Completion test biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini adalah merupakan pengertian yang kita minta dari murid.
c)  Pelaksanaan tes tertulis
Dalam pelaksanaan suatu tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian. Adapun hal-hal tersebut antara lain:
1)   Ruangan tempat tes di laksanakan hendaknya diusahakan setenang mungkin.
2)   Murid-murid harus diperingatkan bahwa mereka tidak boleh bekerja sebelum ada tenda untuk mulai. Hal ini untuk mengatur agar semua murid mulai bekerja pada saat yang sama.
3)   Selama murid-murid bekerja para pengawas tes dapat berjalan-jalan, dengan catatan tidak mengganggu suasana, untuk mengawasi apakah murid-murid bekerja secara wajar atau tidak. Murid-murid yang melanggar tata tertib tes dapat dikeluarkan dari ruang tes.
4)   Apabila waktu yang ditentukan telah habis maka semua pengikut tes diperintahkan untuk berhenti bekerja dan segera meninggalkan ruangan tes secara tertib. Para pengawas tes segera mengumpulkan lembaran-lembaran tes dan lembaran-lembaran jawaban peserta tes.
5)   Setelah lat-alat terkumpulkan maka pengawas tes supaya mengisi catatan-catatan tentang kejadian penting yang terjadi selama tes berlangsung.
B.    Test Lisan
Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik.  
1.    Macam-macam tes lisan
Dari segi persiapan dan cara bertanya, tes lisan dapat dibedakan  menjadi dua yakni:
a)      Tes lisan bebas
Yaitu pendidik dalam memberikan soal kepada peserta didik tanpa menggunakan pedoman yang dipersiapkan secara tertulis
b)      Tes lisan berpedoman
Pendidik menggunakan pedoman tertulis tentang apa yang akan ditanyakan kepada peserta didik.
Tes ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah
a)         Dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki peserta didik, sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan secara berhadapan langsung.
b)         Bagi peserta didik yang kemampuan berpikirnya relatif lambat sehingga sering mengalami kesukaran dalam memahami pernyataan soal, tes bentuk ini dapat menolong sebab peserta didik dapat menanyakan langsung kejelasan pertanyaan yang dimaksud.
c)         Hasil tes dapat langsung diketahui peserta didik.
Kelemahannya adalah
a)      Subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes,
b)      Waktu pelaksanaan yang diperlukan.
Ø Pelaksanaan tes lisan
Bahwa hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan tes lisan antara lain adalah sebagai berikut:
a)      Pertahankanlah situasi evaluasi dalam pelaksanaan tes lisan. Guru harus tetap menyadari bahwa tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan gambaran tentang prestasi belajar yang dicapai oleh murid-murid.
b)      Janganlah guru membentak-bentak seorang murid karena murid tersebut memberikan jawaban yang menurut penilaian guru merupakan jawaban yang sangat “tolol”.
c)      Jangan pula ada kecenderungan untuk membantu seoarang murid yang sedang di tes dengan memberikan kunci-kunci tertentu karena kita merasa kasihan atau simpati pada murid tersebut. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip evaluasi karena kita bertindak tidak adil terhadap murid yang lain.
d)      Siapkanlah terlebih dahulu suatu rencana pertanyaan serta score jawaban yang diminta untuk setiap pertanyaan. Hal ini untuk menjaga agar guru jangan samapai terkecoh oleh jawaban yang ngelantur dari murid-murid.
e)      Laksanakanlah skoring secara teliti terhadap setiap jawaban yang diberikan oleh murid.

C.TES PERBUATAN
Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atautertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan atau unjuk kerja. Penilaiantes perbuatan dilakukan sejak peserta didik melakukan persiapan, melaksanakan tugas, sampaidengan hasil yang dicapainya. Untuk menilai tes perbuatan pada umumnya diperlukan sebuahformat pengamatan, yang bentuknya dibuat sedemikian rupa agar pendidik dapat menuliskanangka-angka yang diperolehnya pada tempat yang sudah disediakan. Bentuk formatnya dapatdisesuaikan menurut keperluan. Untuk tes perbuatan yang sifatnya individual, sebaiknyamenggunakan format pengamatan individual. Untuk tes perbuatan yang dilaksanakan secarakelompok digunakan format tertentu yang sudah disesuaikan untuk keperluan pengamatankelompok.
Dalam tes ini, siswa ditugasi untuk melakukan sesuatu perbuatan yang sesuai dengan jenis keterampilan yang terkandung dalam TIK. Tes yang diberikan guru dalam praktekpelajaran Olahraga, Keterampilan, dan sejenisnya adalah contoh-contoh dari tes perbuatan.Tes perbuatan biasanya dilakukan dalam bentuk pemberian tugas kepada siswa, misalnya :
Ø Siswa diminta melakukan lompat tinggi. 
Ø Siswa diminta membuat patung dari tanah liat 
Ø Siswa diajarkan cara menjahit
Ø Siswa diminta membuat alat peraga.
2.    NON TES
Teknik  nontes  merupakan  teknik  penilaian  untuk  memperoleh  gambaran  terutama mengenai  karakteristik,  sikap,  atau  kepribadian.  Selama  ini  teknik  nontes  kurang digunakan    dibandingkan  teknis  tes.  Dalam  proses  pembelajaran  pada  umumnya kegiatan   penilaian mengutamakan teknik tes. Hal ini dikarenakan lebih berperannya aspek pengetahuan dan keterampilan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan guru   pada   saat   menentukan   pencapaian   hasil   belajar   siswa.      Seiring   dengan berlakunya  kurikulum  tingkat  satuan  pendidikan  (KTSP)  yang  didasarkan  pada standar  kompetensi  dan  kompetensi  dasar  maka  teknik  penilaian  harus  disesuaikan dengan hal-hal sebagai berikut.
a.   kompetensi yang diukur;
b.   aspek yang akan diukur (pengetahuan, keterampilan atau sikap);
c.   kemampuan siswa yang akan diukur;
d.   sarana dan prasarana yang ada.
a.    Observasi
            Pengamatan  atau  observasi  sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati. Observasi untuk tujuan ini pencatatannya lebih sukar daripada mencatat jawaban yang diberikan peserta tes terhadap pertanyaan yang diberikan dalam suatu tes, karena respon observasi adalah tingkah laku yang prosesnya berlangsung cepat. Contoh observasi utuk tujuan evaluasi adalah observasi untuk menilai atau mengukur hasil belajar melalui pengamatan tingkah laku siswa pada saat guru mengajar.
Macam-Macam Observasi
Observasi dapat dilakukan secara:
1. Partisipatif
Observer (dalam hal ini pendidik yang sedang melakukan kegiatan observasi) melibatkan diri di tengah-tengah kegiatan observee (yang diamati).
2. Non-Partisipatif
Evaluator / observer berada “di luar garis”, seolah-olah sebagai penonton belaka.
3. Eksperimental
Observasi yang dilakukan dalam situasi buatan. Pada observasi eksperimental, peserta didik dikenai perlakuan (treatment) atau suatu kondisi tertentu, maka diperlukan perencanaan dan persiapan yang benar-benar matang.
4. Non- Eksperimental
Observasi dilakukan dalam situasi yang wajar, pelaksanaannya jauh lebih sederhana
5. Sistematis
Observasi yang dilakukan dengan terlebih dahulu membuat perencanaan secara matang. Pada jenis ini, observasi dilaksanakan dengan berlandaskan pada kerangka kerja yang memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya.
6. Non-sistematis
Observasi di mana observer atau evaluator dalam melakukan pengamatan dan pencatatan tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang pasti, maka kegiatan observasi hanya dibatasi oleh tujuan dari observasi itu sendiri.
3. Membuat Pedoman Observasi
Langkah yang ditempuh dalam membuat pedoman observasi langsung adalah sebagai berikut :
1. Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap suatu proses tingkah laku,
misalnya penampilan guru di kelas. Lalu catat kegiatan yang dilakukannya dari awal sampai akhir pelajaran. Hal ini dilakukan agar dapat menentukan jenis perilaku guru pada saat mengajarkan sebagai segi-segi yang akan diamati.
2. Berdasarkan gambaran dari langkah ( a ) di atas, penilai menentukan segi-segi mana dari perilaku guru tersebut yang akan diamati sehubungan dengan keperluannya. Urutkan segi-sejgi tersebut sesuai dengan apa yang seharusnya berdasarkan khasanah pengetahuan ilmiah, misalnya berdasarkan teori mengajar. Rumusan tingkah laku tersebutu harus jelas dan spesifik sehingga dapat diamati oleh pengamatnya
3. Tentukan bentuk pedoman observasi tersebut, apakah benruk bebas ( tak perlu jawaban, tetapi mencatat apa yang tampak ) atau pedoman yangn berstruktur ( memakai kemungkinan jawaban ). Bila dipakai bentuk yang berstruktur, tetapkan pilihan jawaban serta indikator-indikator dan setiap jawaban yang disediakan sebagai pegangan bagi pengamat pada saat melakukan observasi nanti
4. Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dahulu pedoman observasi yang telah dibuat dan calon observanagar setiap segi yang diamati dapat dipahami maknanya dan bagaimana cara mengisinya.
5. Bila ada hal khusus yang menarik,tetapi tidak ada dalam pedoman observasi, sebaiknya diadakan catatan khusus atau komentar pengamat di bagian akhir pedoman observasi.
Pencatatan hasil observasi itu pada umumnya jauh lebih sukar daripada mencatat jawaban-jawaban yang diberikan oleh peserta didik terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam suatu tes. Pencatatan terhadap segala sesuatu yang dapat disaksikan dalam observasi itu penting sekali sebab hasilnya akan dijadikan landasan untuk menilai makna yang terkandung di balik tingkah laku peserta didik tersebut. Pedoman observasi itu wujud kongkretnya adalah sebuah atau beberapa buah formulir (blangko atau form) yang di dalamnya dimuat segi-segi, aspek-aspek atau tingkah laku yang perlu diamati dan dicatat pada waktu berlangsungnya kegiatan peserta didik.
1.    Cara dan Tujuan Observasi
Menurut cara dan tujuannya observasi dapat dibedakan menjadi 3 macam:
1) Observasi partisipatif (participant observation) dan nonpartisipatif (non-participant observation).
Observasi partisipatif adalah observasi dimana orang yang mengobservasi (observer) ikut  ambil bagian alam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diamatinya. Sedangkan  observasi nonpartisipatif, observer tidak mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objeknya. Atau evaluator berada “diluar garis” seolah-olah sebagai penonton belaka.
2) Observasi sistematis dan observasi nonsitematis.
Observasi sistematis adalah observasi yang sebelum dilakukan, observer sudah mengatur  struktur yang berisi kategori atau kriteria, masalah yang akan diamati. Sedangkan observasi nonsistematis yaitu apabila dalam pengamatan tidak terdapat stuktur ketegori yang akan diamati. Contoh observasi sistematis misalnya guru yang sedang mngamati anak-anak menanam bunga. Disini sebelum guru melaksanakan observasi sudah membuat kategori-kategori yang akan diamati, misalnya tentang: kerajinan, kesiapan, kedisiplinan, ketangkasan, kerjasama dan kebersihan. Kemudian ketegori-kategori itu dicocokkan dengan tingkah laku murid dalam menanam bunga.
3) Observasi Experimental dan observasi nonexperimental
Observasi eksperimental adalah observasi yang dilakukan secara nonpartisipatif tetapi sistematis. Tujuannya untuk mengetahui atau melihat perubahan, gejala-gejala sebagai  akibat dari situasi yang sengaja diadakan. Sedangkan observasi noneksperimental adalah observasi yang dilakukan dalam situasi yang wajar. Pada observasi eksperimental, tingkah laku diharapkan muncul karena peserta didik dikenai perlakuan, maka observer perlu persiapan yang benar-benar matang, sedangkan pada observasi noneksperimental pelaksanaannya lebih sederhana.
Sebagai alat evaluasi, observasi digunakan untuk:
1) Menilai minat, sikap dan nilai yang terkandung dalam diri siswa.
2) Melihat proses kegiatan yang dilakukan oleh siswa maupun kelompok.
3) Suatu tes essay / obyektif tidak dapat menunjukan seberapa kemampuan siswa dapat menjelaskan pendapatnya secara lisan, dalam bekerja kelompok dan juga kemampuan siswa dalam mengumpulkan data
2.  Sifat Observasi
Observasi yang baik dan tepat harus memilki sifat-sifat tertentu yaitu:
1. Hanya dilakukan sesuai dengan tujuan pengajaran
2. Direncanakan secara sistematis
3. Hasilnya dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan
4. Dapat diperika validitas, rehabilitas dan ketelitiaanya
3.  Kelebihan dan Kelemahan Observasi
Observasi sebagai alat penilain nontes, mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:
1.   Observasi dapat memperoleh data sebagai aspek tingkah laku anak.
2.   Dalam observasi memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu gejala atau kejadian yang penting.
3.   Observasi dapat dilakukan untuk melengkapi dan mencek data yang diperoleh dari tehnik lain, misalnya wawancara atau angket.
4.   Observer tidak perlu mengunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan objek yang diamati, kalaupun menggunakan, maka hanya sebentar dan tidak langsung memegang peran.
Selain keuntungan diatas, observer juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
1.   Observer tidak dapat mengungkapkan kehidupan pribadi seseorag yang sangat dirahasiakan. Apabila seseorang yang diamati sengaja merahasiakan kehidupannya maka tidak dapat diketahui dengan observasi. Misalnya mengamati anak yang menyayi, dia kelihatan gembira, lincah . Tetapi belum tentu hatinya gembira, dan bahagia. Mungkin sebaliknya, dia sedih dan duka tetapi dirahasiakan.
2.   Apabila si objek yang diobservasikan mengetahui kalau sedang diobservasi maka tidak mustahil tingkah lakunya dibuat-buat, agar observer merasa senang.
3.  Observer banyak tergantung kepada faktor-faktor yang tidak dapat dapat dikontrol sebelumya.
4.  Langkah-langkah menyusun observasi:
1.  Merumuskan tujuan
2.  Merumuskan kegiatan
3.  Menyusun langkah-langkah
4.  Menyusun kisi-kisi
5.  Menyusun panduan observasi                                  
6.  Menyusun alat penilaian
Aspek  pengamatan  pada  pelajaran  Matematika  misalnya ketelitian  dan  kecepatan kerja.
Alat/instrumen untuk penilaian melalui pengamatan/observasi dapat menggunakan skala sikap dan atau angket (kuesioner).
b.   Wawancara
Secara umum yang dimaksud dengan wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.
Ada dua jenis wawancara yang dapat digunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
1. Wawancara terpimpin (guided Interview) yang juga dikenal dengan istilah wawancara berstruktur atau wawancara sistematis.
2. Wawancara tidak terpimpin (unguided Interview) yang sering dikenal dengan wawancara sederhana atau wawancara tidak sistematis ataupun wawancara bebas.
3. Mempersiapkan Wawancara
Sebelum melaksanakan wawancara, perlu dirancang pedoman wawancara. Pedoman ini disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara.
2. Berdasarkan tujuan di atas tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dari wawancara tersebut. Aspek-aspek tersebut dijadikan dasar dalam menyusun materi pertanyaan wawancara.
3. Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yakni bentuk berstruktur atau bentuk terbuka
4. Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan analisis butir (c) di atas, yakni membuat pertanyaan yang berstruktur atau yang bebas
5. Ada baiknya apabila dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil wawancara.
C. Skala sikap
            Skala sikap adalah alat penilaian hasil belajar yang berupa sejumlah pernyataan sikap tentang  sesuatu  yang  jawabannya  dinyatakan  secara  berskala,  misalnya  skala  tiga, empat atau  lima.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolak, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan sikap, di samping kategori positif dan negatif, harus pula mencerminkan dimensi sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi.
a)    Bentuk Skala Sikap
b)   Bentuk skala yang dapat di pergunakan dalam pengukuran bidang pendidikan yaitu:
1) Skala Likert
Skala likert ialah skala yang dapat di pergunakan untuk mengukur sikap,pendapat,dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan. Skala ini memuat item yang diperkirakan sama dalam sikap atau beban nilainya, subjek merespon dengan berbagai tingkat intensitas berdasarkan rentang skala antara dua sudut yang berlawanan, misalnya:
Setuju – tidak setuju
Suka – tak suka
Menerima –menolak
Model skala ini banyak digunakan dalam kegiatan penelitian, karena lebih mudah mengembangkannya dan interval skalanya sama.
Contoh:
Semua peserta latihan dapat menyusun program studinya sendiri.
Alternatif jawaban :
Sangat setuju ( SS ), Setuju ( S ), Ragu-Ragu ( RR ), Sangat Tidak Setuju ( STS )
2) Skala Guttman
Skala guttman yaitu skala yang mengiginkan tipe jawan tegas, seperti jawaban benar salah,ya – tidak, pernah – tidak pernah,positif- negatif, tinggi –rendah, baik –buruk, dan seterusnya.pada skala Guttman ada dua interval yaitu setuju dan tidak setuju.selain dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda, skala Guttman dapat juga dibuat dalam bentuk daftar checklist.
3) Semantik Differensial
Skala differensial yaitu skala untuk mengukur sikap,tetapi bentuknya bukan pilihan ganda atau checklis, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis,dan jawaban negatif disebelah kiri garis, atau sebaliknya.
Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala mantik differensial adalah data interval. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang. Sebagai contoh penggunaan skala semantik differensial ialah menilai gaya kepemimpinan kepala sekolah.
4) Rating Scale
Data –data skala yang diperoleh melaui tiga macam skala diatas adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Berbeda dengan rating scale,data yang diperoleh adalh data kuanitatif (angka) yakng kemudian ditafsirkan dalm pengertian kualitatif. Skala ini lebih fleksibel, tidak saja untuk mengukur sikap tetapi juga digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, pengetahuan,kemampuan,dan lain-lain.
5) Skala Thurstone
Skala thurstone ialah skala yang disusun dengan memilih butir yang berbentuk skala interval. Setiap butir memiliki kunci skor dan jika diurut, kunci skor menghasilkan nilai yang berjarak sama. Skala thurstone dibuat dalam bentuk sejumlah (40-50) pertanyaan yang relevan dengan variabel yang hendak diukurkemudian sejumlah ahli (20-40) orang yang menilai relevansi pertanyaan itu dengan konten atau konstruk variabel yang hendak diukur. Nilai 1 pada skala diatas menyatakan sangat tidak relevan, sedangkan nilai 11 menyatakan sangat relevan.
c)    Prosedur Penyusunan Skala Sikap
Langkah-langkah penyusunan skala pada umumnya adalah:
1. Tentukan objek yang dituju, kemudian tetapkan variabel yang akan diukur dengan skala tersebut.

2. Lakukan analisis variabel tersebut menjadi beberapa subvariabel atau dimensi variabel, lalu kembangkan indikator setiap dimensi tersebut
3. Dari setiap indikator, tentukan ruang lingkup pernyataan sikap yang berkenaan dengan aspek kognisi, afeksi, dan konasi terhadap objek sikap.
4. Susunlah pernyataan untuk masing-masing aspek tersebut dalam dua kategori yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif, secara seimbang banyaknya.
d) Prosedur Penyusunan Item Untuk Skala Sikap
Pada garis besarnya penyusunan item untuk skala, perlu ditempuh langkah -langkah sebagai berikut:
1. Tentukan obyek atau gejala apa.
2. Rumuskan perilaku apa yang mengacu sikap apa terhadap obyek atau gejala tersebut
3. Rumuskan karakteristik dari perilaku sikap tersebut
4. Rincilah lebih lanjut tiap karekteristik menjdi sejumlah atribut yang lebih speifik.
5. Tentukan indicator penilaian terhadap setiap atribut tersebut
6. Sususnlah perangkat item sesuai dengan indicator yang telah dirumuskan
7. suatu skala terdiri dari antara 20 sampai dengan 30 item.
8. Susunlah item tersebut, yang terdiri dari separuhnya dalam bentuk pernyataan positif dan separuhnya dalm bentuk pernyataan negative
9. Tentukan banyak skala: lima atau tujuh atau sebelas alternative
10. tentukan bobot nilai bagi tiap skalanya. Misalnya 4,3,2,1.0 untuk lima nilai skala, sebagai dasar perhitungan kuantitatif.
Contoh:
Misalnya menilai bagaimana sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika di sekolah. Subvariabelnya adalah:
a) sikap terhadap tujuan dan isi mata pelajaran matematika
b) sikap terhadap cara mempelajari mata pelajaran matematika

c) sikap terhadap guru mata pelajaran matematika
Setiap subvariabel tersebut kemudian dijabarkan indikator-indikatornya:
1) Paham dan yakin akan pentingnya tujuan dan isi matematika
2) Kemauan untuk mempelajari materi matematika
3) Kemauan untuk menerapkan atau menggunakan konsep matematika
Pengembangan skala sikap dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
a)    Menentukan  objek  sikap  yang  akan  dikembangkan  skalanya  misalnya  sikap terhadap kebersihan.
b)    Memilih  dan  membuat  daftar  dari  konsep  dan  kata  sifat  yang  relevan  dengan objek penilaian sikap. Misalnya : menarik, menyenangkan, mudah dipelajari dan sebagainya.
c)    Memilih kata sifat yang tepat dan akan digunakan dalam skala.
d)    Menentukan skala dan penskoran.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2010. Teknik dan bentuk evaluasi. Tersedia (Online)  http://disnawati.wordpress.com/2012/03/13/instrumen-penilaian-dengan-teknik-non-tes/.
Anonim. 2008. Tes dan non tes. Tersedia (Online)  http:/tes-nontes-/2012/filetype.doc.com.
Rusli Lutan. (2000). Pengukuran dan Evaluasi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta : 1999.
.                                                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar