TEKNIK DAN BENTUK EVALUASI
PERENCANAAN TES
1.
Tes
Menurut Rusli
Lutan (2000:21) tes adalah sebuah instrument yang dipakai untuk memperoleh
informasi tentang seseorang atau obyek.
Tes adalah suatu alat atau prosedur
yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau
keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh
dikatakan cepat. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa, didalamnya
terdapat pengertian-pengertian:
a) Tes itu adalah
hanya merupakan alat dan bukan merupakan tujuan. Sedangkan tujuannya adalah terletak
pada apakah maksud kita memberikan tes itu.
b) Alat itu telah disusun secara
sistematis dan objektif, menurut syarat-syarat tertentu. Meskipun dalam
kenyataannya tidak ada tes yang seratus persen sistematis dan objektif. Sebab
tes itu juga buatan manusia.
c) Dengan adanya tes yang telah disusun
secara sistematis dan objektif itu, maka hasil yang diperoleh dari tes atau
alat itu boleh dikatakan akan tepat. Artinya benar-benar akan memberikan
gambaran yang sesuai dengan keadaannya.
d) Bahwa dengan dipergunakannya tes
sebagai alat untuk memperoleh data-data itu, dapat dilaksanakan secara tepat
tidak memakan waktu yang lama. Untuk memperoleh suatu data tidak perlu
berhari-hari, bahkan cukup beberapa jam saja.
e) Sedang keterangan-keterangan apa yang
diinginkan, ini bergantung pada maksud serta alat yang kita berikan. Misalnya,
jika kita menginginkan keterangan tentang kecakapan anak dalam hal berhiting
maka kita pergunakan tes berhitung, bukan tes bahasa, dan sebagainya.
A. Tes tertulis
Tes tulis adalah tes yang
soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis.
1. Bentuk-bentuk tes tulis
Telah dibicarakan sebelumnya bahwa di sekolah seringkali digunakan tes buatan
guru (bukan tes standardized test) ini disebut tes buatan guru (teacher
made test). Tes yang di buat guru ini terutama menilai kemajuan siswa dalam
hal pencapaian hal yang dipelajari.
Dalam hal ini kita bedakan atas dua bentuk tes tulis
yaitu sebagai berikut:
a.
Tes
Subjektif
Yang pada umumnya berbentuk tes esai (uraian) tes bentuk esai adalah sejenis
tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau
uraian kata-kata. Ciri-ciri pertanyaanya didahului dengan kata-kata seperti,
uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan, dan sebagainya.
Soal-soal bentuk esai biasanya
jumlahnya tidak banyak, hanya sekedar
5-10 buah soal dalam waktu kira-kira 90-120 menit.
Soal-soal bentuk esai ini menuntut kemampuan siswa untuk dapat mengorganisir,
menginterprestasi, menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa tes esai menuntut untuk dapat
mengingat-ingat dan mengenal kembali dan terutama harus mempunyai daya
kreativitas yang tinggi.
Kelebihan-kelebihan tes subjektif yaitu:
1) Lebih respektif mewakili isi dan
luas bahan, lebih objektif, dapat di hindari campur tangannya unsur-unsur
subjektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa.
2) Lebih mudah dan cepat cara
memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan
teknologi.
3) Pemeriksaanya dapat diserahkan
orang lain.
4) Dalam pemeriksaan tidak ada unsur
subjektif yang mempengaruhi.
Kelemahan-kelemahan tes subjektif yaitu:
a) Persiapan untuk menyusun
jauh lebih sulit dari pada tes esai karena soalnya banyak dan harus teliti
untuk menghindari kelemahan-kelamahan yang lain.
b) Soal-soal cenderung untuk mengungkapkan
ingatan dan daya pengenalan kembali saja dan sukar untuk mengukur proses mental
yang tinggi.
c) Banyak kesempatan untuk main
untung-untungan.
d) Kerjasama antarsiswa pada waktu
mengerjakan soal tes lebih terbuka.
Cara mengatasi kelemahan
1) Kesulitan menyusun tes objektif dapat
diatasi dengan jalan banyak berlatih terus menerus hingga betul-betul mahir.
2) Menggunakan tabel spesifikasi untuk
mengatasi kelemahan nomor satu dan dua.
3) Menggunakan norma/standar
penilaian yang memperhitungkan faktor tebakan (guessing) yang bersifat
spekulatif itu.
b. Tes obyektif
1) Tes benar-salah (true-false)
Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement).
Statement tersebut ada yang benar dan ada yang salah. Orang yang
ditanya bertugas untuk menandai masing-masing pernyataan itu dengan melingkari
huruf B jika pernyataan itu betul menurut pendapatnya dan melingkari
huruf S jika pernyataannya salah.
2) Tes pilihan ganda (multiple
choice test)
Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau
pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk
melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah
disediakan. Atau Multiple choice test terdiri atas bagian keterangan (stem)
dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (option). Kemungkinan
jawaban (option) terdiri atas satu jawaban benar yaitu kunci jawaban dan
beberapa pengecoh.
3) Menjodohkan
(matching test)
Matching test dapat kita ganti dengan istilah
mempertandingkan, mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test
terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan
mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban. Tugas murid ialah mencari
dan menempatkan jawaban-jawaban sehingga sesuai atau cocok dengan
pertanyaannya.
4) Tes isian (completion test)
Completion test biasa kita sebut dengan istilah tes
isian, tes menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion test terdiri
atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang
dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini adalah merupakan pengertian
yang kita minta dari murid.
c) Pelaksanaan tes tertulis
Dalam pelaksanaan suatu tes tertulis
ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian. Adapun hal-hal tersebut antara
lain:
1) Ruangan tempat tes di laksanakan
hendaknya diusahakan setenang mungkin.
2) Murid-murid harus diperingatkan
bahwa mereka tidak boleh bekerja sebelum ada tenda untuk mulai. Hal ini untuk
mengatur agar semua murid mulai bekerja pada saat yang sama.
3) Selama murid-murid bekerja para
pengawas tes dapat berjalan-jalan, dengan catatan tidak mengganggu suasana, untuk
mengawasi apakah murid-murid bekerja secara wajar atau tidak. Murid-murid yang
melanggar tata tertib tes dapat dikeluarkan dari ruang tes.
4) Apabila waktu yang ditentukan
telah habis maka semua pengikut tes diperintahkan untuk berhenti bekerja dan segera
meninggalkan ruangan tes secara tertib. Para pengawas tes segera mengumpulkan
lembaran-lembaran tes dan lembaran-lembaran jawaban peserta tes.
5) Setelah lat-alat terkumpulkan maka
pengawas tes supaya mengisi catatan-catatan tentang kejadian penting yang
terjadi selama tes berlangsung.
B. Test Lisan
Tes lisan adalah tes yang
pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara
pendidik dan peserta didik.
1. Macam-macam tes lisan
Dari segi persiapan dan cara
bertanya, tes lisan dapat dibedakan menjadi dua yakni:
a) Tes lisan bebas
Yaitu pendidik dalam memberikan soal kepada peserta
didik tanpa menggunakan pedoman yang dipersiapkan secara tertulis
b) Tes lisan berpedoman
Pendidik menggunakan pedoman tertulis tentang apa yang
akan ditanyakan kepada peserta didik.
Tes ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya
adalah
a)
Dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki peserta didik,
sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan secara berhadapan langsung.
b)
Bagi peserta didik yang kemampuan berpikirnya relatif lambat sehingga sering
mengalami kesukaran dalam memahami pernyataan soal, tes bentuk ini dapat
menolong sebab peserta didik dapat menanyakan langsung kejelasan pertanyaan yang
dimaksud.
c)
Hasil tes dapat langsung diketahui peserta didik.
Kelemahannya adalah
a) Subjektivitas
pendidik sering mencemari hasil tes,
b) Waktu pelaksanaan
yang diperlukan.
Ø Pelaksanaan tes lisan
Bahwa hal-hal yang perlu mendapat
perhatian dalam pelaksanaan tes lisan antara lain adalah sebagai berikut:
a) Pertahankanlah
situasi evaluasi dalam pelaksanaan tes lisan. Guru harus tetap menyadari bahwa
tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan gambaran tentang prestasi belajar yang
dicapai oleh murid-murid.
b) Janganlah guru
membentak-bentak seorang murid karena murid tersebut memberikan jawaban yang
menurut penilaian guru merupakan jawaban yang sangat “tolol”.
c) Jangan pula ada
kecenderungan untuk membantu seoarang murid yang sedang di tes dengan
memberikan kunci-kunci tertentu karena kita merasa kasihan atau simpati pada
murid tersebut. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip evaluasi karena
kita bertindak tidak adil terhadap murid yang lain.
d) Siapkanlah terlebih
dahulu suatu rencana pertanyaan serta score jawaban yang diminta untuk
setiap pertanyaan. Hal ini untuk menjaga agar guru jangan samapai terkecoh oleh
jawaban yang ngelantur dari murid-murid.
e) Laksanakanlah skoring
secara teliti terhadap setiap jawaban yang diberikan oleh murid.
C.TES
PERBUATAN
Tes perbuatan yakni tes yang
penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atautertulis dan pelaksanaan
tugasnya dinyatakan dengan perbuatan atau unjuk kerja. Penilaiantes perbuatan
dilakukan sejak peserta didik melakukan persiapan, melaksanakan tugas, sampaidengan hasil yang dicapainya. Untuk menilai tes
perbuatan pada umumnya diperlukan sebuahformat pengamatan, yang
bentuknya dibuat sedemikian rupa agar pendidik dapat menuliskanangka-angka yang diperolehnya pada tempat yang
sudah disediakan. Bentuk formatnya dapatdisesuaikan menurut keperluan.
Untuk tes perbuatan yang sifatnya individual, sebaiknyamenggunakan format
pengamatan individual. Untuk tes perbuatan yang dilaksanakan secarakelompok
digunakan format tertentu yang sudah disesuaikan untuk keperluan
pengamatankelompok.
Dalam tes ini,
siswa ditugasi untuk melakukan sesuatu perbuatan yang sesuai dengan jenis
keterampilan yang terkandung dalam TIK. Tes yang diberikan guru dalam
praktekpelajaran Olahraga, Keterampilan, dan sejenisnya adalah contoh-contoh
dari tes perbuatan.Tes perbuatan biasanya dilakukan dalam bentuk pemberian
tugas kepada siswa, misalnya :
Ø Siswa
diminta melakukan lompat tinggi.
Ø Siswa
diminta membuat patung dari tanah liat
Ø Siswa
diajarkan cara menjahit
Ø Siswa
diminta membuat alat peraga.
2. NON TES
Teknik
nontes merupakan teknik penilaian untuk
memperoleh gambaran terutama mengenai
karakteristik, sikap, atau kepribadian. Selama
ini teknik nontes kurang digunakan
dibandingkan teknis tes. Dalam proses
pembelajaran pada umumnya kegiatan penilaian
mengutamakan teknik tes. Hal ini dikarenakan lebih berperannya aspek pengetahuan
dan keterampilan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan guru
pada saat menentukan pencapaian
hasil belajar siswa.
Seiring dengan berlakunya kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) yang didasarkan
pada standar kompetensi dan kompetensi dasar
maka teknik penilaian harus disesuaikan dengan
hal-hal sebagai berikut.
a.
kompetensi yang diukur;
b.
aspek yang akan diukur (pengetahuan, keterampilan atau sikap);
c.
kemampuan siswa yang akan diukur;
d.
sarana dan prasarana yang ada.
a.
Observasi
Pengamatan
atau observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk
menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat
diamati. Observasi untuk tujuan ini pencatatannya lebih sukar daripada mencatat
jawaban yang diberikan peserta tes terhadap pertanyaan yang diberikan dalam
suatu tes, karena respon observasi adalah tingkah laku yang prosesnya
berlangsung cepat. Contoh observasi utuk tujuan evaluasi adalah observasi untuk
menilai atau mengukur hasil belajar melalui pengamatan tingkah laku siswa pada
saat guru mengajar.
Macam-Macam
Observasi
Observasi
dapat dilakukan secara:
1.
Partisipatif
Observer (dalam hal ini pendidik yang sedang melakukan
kegiatan observasi) melibatkan diri di tengah-tengah kegiatan observee (yang
diamati).
2. Non-Partisipatif
2. Non-Partisipatif
Evaluator / observer berada “di luar garis”, seolah-olah
sebagai penonton belaka.
3.
Eksperimental
Observasi yang dilakukan dalam situasi buatan. Pada observasi
eksperimental, peserta didik dikenai perlakuan (treatment) atau suatu kondisi
tertentu, maka diperlukan perencanaan dan persiapan yang benar-benar matang.
4.
Non- Eksperimental
Observasi dilakukan dalam situasi yang wajar, pelaksanaannya
jauh lebih sederhana
5.
Sistematis
Observasi yang dilakukan dengan terlebih dahulu membuat
perencanaan secara matang. Pada jenis ini, observasi dilaksanakan dengan
berlandaskan pada kerangka kerja yang memuat faktor-faktor yang telah diatur
kategorisasinya.
6.
Non-sistematis
Observasi di mana observer atau evaluator dalam melakukan
pengamatan dan pencatatan tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang pasti, maka
kegiatan observasi hanya dibatasi oleh tujuan dari observasi itu sendiri.
3.
Membuat Pedoman Observasi
Langkah yang ditempuh dalam membuat pedoman observasi
langsung adalah sebagai berikut :
1.
Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap suatu proses tingkah laku,
misalnya
penampilan guru di kelas. Lalu catat kegiatan yang dilakukannya dari awal
sampai akhir pelajaran. Hal ini dilakukan agar dapat menentukan jenis perilaku
guru pada saat mengajarkan sebagai segi-segi yang akan diamati.
2.
Berdasarkan gambaran dari langkah ( a ) di atas, penilai menentukan segi-segi
mana dari perilaku guru tersebut yang akan diamati sehubungan dengan
keperluannya. Urutkan segi-sejgi tersebut sesuai dengan apa yang seharusnya
berdasarkan khasanah pengetahuan ilmiah, misalnya berdasarkan teori mengajar.
Rumusan tingkah laku tersebutu harus jelas dan spesifik sehingga dapat diamati
oleh pengamatnya
3.
Tentukan bentuk pedoman observasi tersebut, apakah benruk bebas ( tak perlu
jawaban, tetapi mencatat apa yang tampak ) atau pedoman yangn berstruktur (
memakai kemungkinan jawaban ). Bila dipakai bentuk yang berstruktur, tetapkan
pilihan jawaban serta indikator-indikator dan setiap jawaban yang disediakan
sebagai pegangan bagi pengamat pada saat melakukan observasi nanti
4. Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dahulu pedoman observasi yang telah dibuat dan calon observanagar setiap segi yang diamati dapat dipahami maknanya dan bagaimana cara mengisinya.
4. Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dahulu pedoman observasi yang telah dibuat dan calon observanagar setiap segi yang diamati dapat dipahami maknanya dan bagaimana cara mengisinya.
5.
Bila ada hal khusus yang menarik,tetapi tidak ada dalam pedoman observasi,
sebaiknya diadakan catatan khusus atau komentar pengamat di bagian akhir
pedoman observasi.
Pencatatan hasil observasi itu pada umumnya jauh lebih sukar
daripada mencatat jawaban-jawaban yang diberikan oleh peserta didik terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam suatu tes. Pencatatan terhadap
segala sesuatu yang dapat disaksikan dalam observasi itu penting sekali sebab
hasilnya akan dijadikan landasan untuk menilai makna yang terkandung di balik
tingkah laku peserta didik tersebut. Pedoman observasi itu wujud kongkretnya
adalah sebuah atau beberapa buah formulir (blangko atau form) yang di dalamnya
dimuat segi-segi, aspek-aspek atau tingkah laku yang perlu diamati dan dicatat
pada waktu berlangsungnya kegiatan peserta didik.
1. Cara
dan Tujuan Observasi
Menurut cara dan tujuannya observasi dapat dibedakan menjadi
3 macam:
1)
Observasi partisipatif (participant observation) dan nonpartisipatif (non-participant
observation).
Observasi partisipatif adalah observasi dimana orang yang
mengobservasi (observer) ikut ambil bagian alam kegiatan yang dilakukan
oleh objek yang diamatinya. Sedangkan observasi nonpartisipatif, observer
tidak mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objeknya. Atau
evaluator berada “diluar garis” seolah-olah sebagai penonton belaka.
2)
Observasi sistematis dan observasi nonsitematis.
Observasi sistematis adalah observasi yang sebelum dilakukan,
observer sudah mengatur struktur yang berisi kategori atau kriteria,
masalah yang akan diamati. Sedangkan observasi nonsistematis yaitu apabila
dalam pengamatan tidak terdapat stuktur ketegori yang akan diamati. Contoh
observasi sistematis misalnya guru yang sedang mngamati anak-anak menanam
bunga. Disini sebelum guru melaksanakan observasi sudah membuat
kategori-kategori yang akan diamati, misalnya tentang: kerajinan, kesiapan,
kedisiplinan, ketangkasan, kerjasama dan kebersihan. Kemudian ketegori-kategori
itu dicocokkan dengan tingkah laku murid dalam menanam bunga.
3)
Observasi Experimental dan observasi nonexperimental
Observasi eksperimental adalah observasi yang dilakukan
secara nonpartisipatif tetapi sistematis. Tujuannya untuk mengetahui atau
melihat perubahan, gejala-gejala sebagai akibat dari situasi yang sengaja
diadakan. Sedangkan observasi noneksperimental adalah observasi yang dilakukan
dalam situasi yang wajar. Pada observasi eksperimental, tingkah laku diharapkan
muncul karena peserta didik dikenai perlakuan, maka observer perlu persiapan yang
benar-benar matang, sedangkan pada observasi noneksperimental pelaksanaannya
lebih sederhana.
Sebagai
alat evaluasi, observasi digunakan untuk:
1)
Menilai minat, sikap dan nilai yang terkandung dalam diri siswa.
2)
Melihat proses kegiatan yang dilakukan oleh siswa maupun kelompok.
3)
Suatu tes essay / obyektif tidak dapat menunjukan seberapa kemampuan siswa
dapat menjelaskan pendapatnya secara lisan, dalam bekerja kelompok dan juga
kemampuan siswa dalam mengumpulkan data
2. Sifat Observasi
Observasi yang baik dan tepat harus memilki sifat-sifat
tertentu yaitu:
1.
Hanya dilakukan sesuai dengan tujuan pengajaran
2.
Direncanakan secara sistematis
3.
Hasilnya dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan
4.
Dapat diperika validitas, rehabilitas dan ketelitiaanya
3. Kelebihan dan Kelemahan Observasi
Observasi sebagai alat penilain nontes, mempunyai beberapa
kelebihan, antara lain:
1.
Observasi dapat memperoleh data sebagai aspek tingkah laku anak.
2. Dalam
observasi memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu gejala
atau kejadian yang penting.
3. Observasi
dapat dilakukan untuk melengkapi dan mencek data yang diperoleh dari tehnik
lain, misalnya wawancara atau angket.
4. Observer
tidak perlu mengunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan objek yang diamati,
kalaupun menggunakan, maka hanya sebentar dan tidak langsung memegang peran.
Selain keuntungan diatas, observer juga mempunyai beberapa
kelemahan, antara lain:
1. Observer
tidak dapat mengungkapkan kehidupan pribadi seseorag yang sangat dirahasiakan.
Apabila seseorang yang diamati sengaja merahasiakan kehidupannya maka tidak
dapat diketahui dengan observasi. Misalnya mengamati anak yang menyayi, dia
kelihatan gembira, lincah . Tetapi belum tentu hatinya gembira, dan bahagia.
Mungkin sebaliknya, dia sedih dan duka tetapi dirahasiakan.
2. Apabila
si objek yang diobservasikan mengetahui kalau sedang diobservasi maka tidak
mustahil tingkah lakunya dibuat-buat, agar observer merasa senang.
3.
Observer banyak tergantung kepada faktor-faktor yang tidak dapat dapat
dikontrol sebelumya.
4. Langkah-langkah menyusun observasi:
1. Merumuskan tujuan
2. Merumuskan kegiatan
3. Menyusun
langkah-langkah
4. Menyusun kisi-kisi
5. Menyusun panduan observasi
6. Menyusun
alat penilaian
Aspek pengamatan pada pelajaran
Matematika misalnya ketelitian dan kecepatan kerja.
Alat/instrumen untuk penilaian melalui
pengamatan/observasi dapat menggunakan skala sikap dan atau angket (kuesioner).
b. Wawancara
Secara umum yang dimaksud dengan wawancara adalah cara
menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya
jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang
telah ditentukan.
Ada dua jenis wawancara yang dapat digunakan sebagai alat
evaluasi, yaitu:
1.
Wawancara terpimpin (guided Interview) yang juga dikenal dengan istilah
wawancara berstruktur atau wawancara sistematis.
2.
Wawancara tidak terpimpin (unguided Interview) yang sering dikenal dengan
wawancara sederhana atau wawancara tidak sistematis ataupun wawancara bebas.
3.
Mempersiapkan Wawancara
Sebelum melaksanakan wawancara, perlu dirancang pedoman
wawancara. Pedoman ini disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara.
2.
Berdasarkan tujuan di atas tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dari
wawancara tersebut. Aspek-aspek tersebut dijadikan dasar dalam menyusun materi
pertanyaan wawancara.
3.
Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yakni bentuk berstruktur atau
bentuk terbuka
4.
Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan analisis butir (c) di atas, yakni
membuat pertanyaan yang berstruktur atau yang bebas
5.
Ada baiknya apabila dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil
wawancara.
C. Skala sikap
Skala sikap adalah alat penilaian
hasil belajar yang berupa sejumlah pernyataan sikap tentang sesuatu
yang jawabannya dinyatakan secara berskala,
misalnya skala tiga, empat atau lima.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai
oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolak, melalui rentangan
nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua
kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan sikap, di
samping kategori positif dan negatif, harus pula mencerminkan dimensi sikap,
yakni kognisi, afeksi, dan konasi.
a)
Bentuk Skala Sikap
b)
Bentuk skala yang dapat di pergunakan dalam pengukuran
bidang pendidikan yaitu:
1)
Skala Likert
Skala likert ialah skala yang dapat di pergunakan untuk
mengukur sikap,pendapat,dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
suatu gejala atau fenomena pendidikan. Skala ini memuat item yang diperkirakan
sama dalam sikap atau beban nilainya, subjek merespon dengan berbagai tingkat
intensitas berdasarkan rentang skala antara dua sudut yang berlawanan,
misalnya:
Setuju
– tidak setuju
Suka
– tak suka
Menerima
–menolak
Model skala ini banyak digunakan dalam kegiatan penelitian,
karena lebih mudah mengembangkannya dan interval skalanya sama.
Contoh:
Semua peserta latihan dapat menyusun program studinya sendiri.
Alternatif jawaban :
Semua peserta latihan dapat menyusun program studinya sendiri.
Alternatif jawaban :
Sangat setuju ( SS
), Setuju ( S ), Ragu-Ragu ( RR ), Sangat Tidak Setuju ( STS )
2)
Skala Guttman
Skala guttman yaitu skala yang mengiginkan tipe jawan tegas,
seperti jawaban benar salah,ya – tidak, pernah – tidak pernah,positif- negatif,
tinggi –rendah, baik –buruk, dan seterusnya.pada skala Guttman ada dua interval
yaitu setuju dan tidak setuju.selain dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda, skala Guttman dapat juga dibuat dalam bentuk
daftar checklist.
3)
Semantik Differensial
Skala differensial yaitu skala untuk mengukur sikap,tetapi
bentuknya bukan pilihan ganda atau checklis, tetapi tersusun dalam satu garis
kontinum dimana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis,dan
jawaban negatif disebelah kiri garis, atau sebaliknya.
Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala mantik
differensial adalah data interval. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap
atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang. Sebagai contoh penggunaan
skala semantik differensial ialah menilai gaya kepemimpinan kepala sekolah.
4)
Rating Scale
Data –data skala yang diperoleh melaui tiga macam skala
diatas adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Berbeda dengan
rating scale,data yang diperoleh adalh data kuanitatif (angka) yakng kemudian
ditafsirkan dalm pengertian kualitatif. Skala ini lebih fleksibel, tidak saja
untuk mengukur sikap tetapi juga digunakan untuk mengukur persepsi responden
terhadap fenomena lingkungan, seperti skala untuk mengukur status sosial
ekonomi, pengetahuan,kemampuan,dan lain-lain.
5)
Skala Thurstone
Skala thurstone ialah skala yang disusun dengan memilih butir
yang berbentuk skala interval. Setiap butir memiliki kunci skor dan jika
diurut, kunci skor menghasilkan nilai yang berjarak sama. Skala thurstone
dibuat dalam bentuk sejumlah (40-50) pertanyaan yang relevan dengan variabel
yang hendak diukurkemudian sejumlah ahli (20-40) orang yang menilai relevansi
pertanyaan itu dengan konten atau konstruk variabel yang hendak diukur. Nilai 1
pada skala diatas menyatakan sangat tidak relevan, sedangkan nilai 11
menyatakan sangat relevan.
c)
Prosedur Penyusunan Skala Sikap
Langkah-langkah penyusunan skala pada umumnya adalah:
1.
Tentukan objek yang dituju, kemudian tetapkan variabel yang akan diukur dengan
skala tersebut.
2. Lakukan analisis variabel tersebut menjadi beberapa subvariabel atau dimensi variabel, lalu kembangkan indikator setiap dimensi tersebut
3.
Dari setiap indikator, tentukan ruang lingkup pernyataan sikap yang berkenaan
dengan aspek kognisi, afeksi, dan konasi terhadap objek sikap.
4.
Susunlah pernyataan untuk masing-masing aspek tersebut dalam dua kategori yakni
pernyataan positif dan pernyataan negatif, secara seimbang banyaknya.
d)
Prosedur Penyusunan Item Untuk Skala Sikap
Pada
garis besarnya penyusunan item untuk skala, perlu ditempuh langkah -langkah
sebagai berikut:
1.
Tentukan obyek atau gejala apa.
2.
Rumuskan perilaku apa yang mengacu sikap apa terhadap obyek atau gejala
tersebut
3.
Rumuskan karakteristik dari perilaku sikap tersebut
4.
Rincilah lebih lanjut tiap karekteristik menjdi sejumlah atribut yang lebih
speifik.
5.
Tentukan indicator penilaian terhadap setiap atribut tersebut
6.
Sususnlah perangkat item sesuai dengan indicator yang telah dirumuskan
7.
suatu skala terdiri dari antara 20 sampai dengan 30 item.
8.
Susunlah item tersebut, yang terdiri dari separuhnya dalam bentuk pernyataan
positif dan separuhnya dalm bentuk pernyataan negative
9.
Tentukan banyak skala: lima atau tujuh atau sebelas alternative
10.
tentukan bobot nilai bagi tiap skalanya. Misalnya 4,3,2,1.0 untuk lima nilai
skala, sebagai dasar perhitungan kuantitatif.
Contoh:
Misalnya menilai bagaimana sikap siswa terhadap mata
pelajaran matematika di sekolah. Subvariabelnya adalah:
a)
sikap terhadap tujuan dan isi mata pelajaran matematika
b)
sikap terhadap cara mempelajari mata pelajaran matematika
c) sikap terhadap guru mata pelajaran matematika
Setiap
subvariabel tersebut kemudian dijabarkan indikator-indikatornya:
1) Paham dan yakin
akan pentingnya tujuan dan isi matematika
2) Kemauan untuk
mempelajari materi matematika
3) Kemauan untuk
menerapkan atau menggunakan konsep matematika
Pengembangan skala sikap dapat mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut.
a)
Menentukan objek sikap yang akan
dikembangkan skalanya misalnya sikap terhadap
kebersihan.
b)
Memilih dan membuat daftar dari konsep
dan kata sifat yang relevan dengan objek
penilaian sikap. Misalnya : menarik, menyenangkan, mudah dipelajari dan
sebagainya.
c)
Memilih kata sifat yang tepat dan akan digunakan dalam skala.
d)
Menentukan skala dan penskoran.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2010. Teknik dan bentuk evaluasi. Tersedia
(Online) http://disnawati.wordpress.com/2012/03/13/instrumen-penilaian-dengan-teknik-non-tes/.
Rusli Lutan. (2000). Pengukuran dan Evaluasi. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi
Aksara. Jakarta : 1999.
.